Selamat datang di www.duniakedokteran.cq.bz
xxxMenu Utamaxxx xxxEmergencyxxx xNonXEmergencyx

Jumat, 02 Januari 2009

NaCl Fisiologik Vs Albumin untuk Trauma Otak

Perubahan sederhana mengenai cara penanganan kerusakan otak akibat trauma yaitu pada pengobatan awal, ternyata menghasilkan perbedaan besar dalam resiko harapan hidup pasien. Hasil studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan cairan garam fisiologik untuk mempertahankan jumlah volume cairan normal pada pasien dengan kerusakan otak berat, mengkasilkan kenaikan angka harapan hidup sebesar 2 kali lipat pada bulan ke-24 setelah trauma, disbanding dengan pemberian albumin.

Dr. John Myburgh dan kawan-kawan dari Goerge institute for International Health, Sydney, mengatakan bahwa angka mortalitas 2 tahun secara bermakna lebih tinggi pada pasien yang mendapat cairan albumin daripada NaCl fisiologik, terutama pada pasien koma akibat trauma otak berat. Karena itu, berdasarkan hasil studi ini, maka dianjurkan agar cairan berbasis albumin dihindarkan untuk resusitasi akut pada pasien dengan kerusakan otak akibat trauma.

CDC (US Centers for disease control and Prevention) mengatakan bahwa kerusakan otak akibat trauma seringkali disebabkan oleh trauma tajam di bagian kepala saat terjatuh, kecelakann motor, ataupun tindak kekerasan fisik. Diperkirakan ada sekitar ada 1,4 juta kerusakan otak traumatic setiap tahun di Amerika Serikat, dan kira-kira 50.000 orang meninggal setiap tahunnya. Pasien yang tetap hidup dapat mengalami cacat seumur hidup.

Kerusakan paling serius di otak terjadi saat trauma dan segera itu, yaitu saat otakm mengalami edema (pembengkakan) sebagai respon terhadap trauma. Karena otak sebagai system tertutup, maka jika terjadi edema berlanjut pada kerusakan jaringan otak. Resusitasi cairan merupakan bagian pengobatan kerusakan otak traumatic, untuk mempertahankan sirkulasi darah yang normal dalam otak. Meskipun demikian, masih dipertentangkan apakah cairan albumin atau cairan NaCl fisiologik yang paling bermanfaat bagi kerusakan otak traumatic.

Albumin sangat mahal harganya, karena harus dipurofikasi. Jika kedua jenis cairan diatas sama efektifnya maka tentu pilihan jatuh pada cairan yang lebih murah. Ternyata dari hasil studi sebelumnya yang membandingkan kedua cairan tersebut, tidak ditemukan adanya perbedaan secara bermakna pada angka kematian setelah 28 hari.

Untuk itu, kelompok peneliti ini melakukan analisis kembali data asli untuk menilai hasilnya 24 bulan setelah trauma. Pada studi aslinya, 460 pasien dengan traumatic secara random mendapatkan cairan NaCl fisiologik atau albumin sedikit > 2/3 pasien pada tiap kelompok digolongkan dalam kerusakan otak traumatic berat.

Setelah 2 tahun, berdasarkan analisa baru, didapatkan bahwa pasien dengan kerusakan otak traumatic yang mendapatkan albumin mempunyai resiko 63% lebih besar mengalami kematian dibandingkan mendapatkan cairan NaCl fisiologik. Sedangkan kelompok pasien dengan kerusakan otak berat, kelompok albumin mempunyai resiko fatalitas 88% lebih besar dibandingkan kelompok NaCl Fisiologik.

Apa yang menyebabkan cairan NaCl fisiologik lebih bermanfaat dibanding albumin tidak diketahui. Mekanisme pasti yang menyebabkan perbedaan mortalitas antara NaCl fisiologik dengan albumin tidak jelas. Ada 2 kemungkinan yang terjadi dalam hal ini, yaitu albumin menyebabkan edema otak makin parah, atau cairan NaCl fisiologik menghasilkan suatu manfaat yang tidak dipunyai oleh albumin

Sumber : New England Journal of Medicine : 2007 : 357 : 874 – 884

Di kutip dari:
Medical Update November 2007
Edit by : www.duniakedokteran.cq.bz

Selasa, 18 November 2008

Hipoglikemia

Definisi
adalah suatu keadaan dimana glukosa darah kurang dari 60 mg/dl, atau kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dL disertai dengan gejala klinis

Gejala Klinis
- Lapar, gemetar
- Keringat dingin, berdebar
- Pusing, gelisah, akhirnya koma
Gejala tersebut akibat dari hiperkatekolaminemia

Diagnosis
Gejala seperti tersebut diatas dan glukosa darah kurang dari 30-60 mg/dl.

TERAPI
Stadium permulaan ( sadar )
• Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop / permen atau gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
• Hentikan obat hipoglikemik sementara
• Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
• Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
• Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia )
1. Diberikan larutan destrosa 40% bolus intra vena ,
• Bila GDs 0 - 50 mg /dL ---berikan--- bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
• Bila GDs 50 - 100 mg /dL ---berikan--- bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV
2. Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
• GDs 100 – 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
• GDs lebih dari 200 mg/dL - pertimbangan menurunkan kecepatan drip D10 %
3. Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer,
4. Periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
5. Pantau GDs setiap 2 jam
• Bila GDs lebih dari 200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 %
atau NaCI 0,9 %
• bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti :
adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM (bila penyebabnya insulin)
6. bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam selama 12
jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2
g/kgBB IV setiap 6-8 jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran

KOMPLIKASI
Kerusakan otak ,koma ,kematian
(duniakedokteran edittor)

CEDERA / TRAUMA KEPALA

Penyebab trauma kepala ini antara lain jatuh, kecelakaan saat berolahraga, kecelakaan lalu lintas, dan trauma bukan karena kecelakaan.

Pemeriksaan
Lakukan primary survey dengan prinsip "ABC" pastikan jalan napas, tulang servikal, pernapasan dan sirkulasi anak dalam keadaan aman .
Segera periksa status mental anak dengan meggunakan skala "AVPU". Gunakan penekanan pada supraorbital yang cukup keras sebagai rangsang nyeri.

A Alert (sadar)

V Responds to voice (berespon terhadap suara)
P Responds to pain (berespon terhadap nyeri)

Purposefully
Non-purposefully

Withdrawal/flexor response
Extensor response

U Unresponsive (tidak berespon)

Nilai ukuran pupil, sama tidaknya dan reaktivitasnya, dan cari tanda-tanda neurologis fokal lainnya.
Lakukan secondary survey untuk melihat secara spesifik pada:

  • Leher dan tulang servikal – deformitas, nyeri, spasme otot
  • Kepala – lecet di kulit kepala, laserasi, pembengkakan, nyeri, Battles
  • Mata – ukuran pupil, ekualitas dan reaktivitas, funduskopi
  • Telinga – darah di belakang gendang telinga, kebocoran LCS
  • Hidung – deformitas, pembengkakan, perdarahan, kebocoran LCS
  • Mulut – trauma gigi, trauma jaringan lunak
  • Patah tulang wajah
  • Fungsi motorik – periksa alat gerak untuk melihat adanya refleks dan kelemahan sesisi
  • Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma Score
  • Pertimbangkan kemungkinan adanya trauma non-kecelakaan selama secondary survey terutama pada bayi dengan trauma kepala
    Trauma lain
Dapatkan sebanyak mungkin informasi mengenai kejadian kecelakaan. Secara spesifik tentukan:
  • Waktu, mekanisme, dan keadaan trauma
  • Hilangnya kesadaran dan durasinya
  • Mual dan muntah
  • Kondisi klinis sebelum dibawa ke dokter – stabil, memburuk, membaik
    Luka-luka lainnya
Derajat Kesadaran - Glasgow coma scale (GCS)
Respon mata (eye)
4 Membuka spontan
3 Membuka dengan rangsangan suara
2 Membuka dengan rangasangan nyeri
1 Tidak membuka mata

Respon Suara (verbal) / merah modifikasi untuk anak kecil
5 Orientasi baik / Kata-kata yang tepat, senyum
4 Bingung / Menangis tetapi dapat ditenangkan
3 Kata-kata yang tidak tepat / Terus-menerus rewel
2 Kata-kata yang tidak dapat dimengerti / Lelah dan gelisah
1 Tidak ada / Tidak ada

Respon Gerakan (motorik)
6 Menuruti perintah
5 Melokalisasi rangsang
4 Menarik dari rangsang
3 Fleksi abnormal
2 Ekstensi
1 Tidak ada respon

Tatalaksana
Trauma kepala ringan:

  • Tidak kehilangan kesadaran
  • Satu kali atau tidak ada muntah
  • Stabil dan sadar
  • Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
  • Pemeriksaan lainnya normal
Pasien dapat dipulangkan dari Gawat Darurat untuk kemudian dirawat di rumah. Jika terdapat keraguan apakah telah terjadi hilangnya kesadaran atau tidak, anggap telah terjadi dan tatalaksana sebagai trauma kepala sedang. Pastikan keluarga mendapatkan instruksi yang jelas mengenai tatalaksana anak mereka di rumah terutama untuk segera kembali ke rumah sakit jika pasien:
  • menjadi tidak sadar atau sulit dibangunkan
  • menjadi bingung
  • mengalami kejang
  • timbul sakit kepala menetap
  • berulang kali muntah
  • keluar darah atau cairan dari hidung atau telinga

Trauma kepala sedang:

  • Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
  • Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
  • Dua atau lebih episode muntah
  • Sakit kepala persisten
  • Kejang singkat (<2menit)>
  • Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
  • Pemeriksaan lainnya normal
Jika berdasarkan anamnesis dari keluarga atau petugas ambulans, Pasien tidak mengalami penurunan secara neurologis maka pasien dapat diobservasi di IGD selama 4 jam dengan observasi tiap 30 menit (kesadaran, nadi, frekuensi napas, tekanan darah, pupil, dan kekuatan motorik). Pasien dapat dipulangkan jika terdapat perbaikan selama 4 jam menjadi dalam keadaan sadar dan tidak terdapat muntah. Sakit kepala persisten, hematoma yang besar, atau luka penetrasi dapat membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Jika pasian masih mengantuk atau muntah atau bila terdapat perburukan selama 4 jam, diskusikan dengan ahli bedah saraf untuk rawat inap dan penyelidikan lebih lanjut.

Trauma kepala berat:

  • Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
  • Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
  • Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
  • Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
  • Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
    • Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
    • Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
  • Trauma kepala yang berpenetrasi
  • Kejang (selain Kejang singkat (<2menit)>

Tatalaksana awal trauma kepala berat:

Mencegah kerusakan otak sekunder dengan mempertahankan jalan napas yang paten, ventilasi dan oksigenasi adekuat, dan menghindari hipotensi.
Imobilisasi tulang servikal harus dipertahankan bahkan apabila foto lateral tulang servikal normal.
Pastikan intervensi bedah sarah dan ICU sejak dini.
Dengan konsultasi bersama ahli bedah saraf pertimbangkan untuk menurunkan tekanan intrakranial:

  • Naikkan kepala 20-30° (hanya setelah syok dikoreksi)
  • Ventilasi sampai pCO2 35mmHg
  • Pertimbangan pemberian mannitol 0.5-1g/kg IV
  • Pastikan tekanan darah adekuat

Kontrol kejang.
Lakukan CT scan kepala segera.

Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence, CT scan kepala dilakukan jika terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:

  • Kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit
  • Tidak dapat mengingat kejadian sebelum atau sesudah trauma dan berlangsung lebih dari 5 menit
  • Mengantuk yang tidak lazim
  • Mual tiga kali atau lebih sejak trauma
  • Kemungkinan kerusakan yang timbul perlahan
  • Kejang setelah trauma (jika anak tidak menderita epilepsi)
  • GCS kurang dari 14 atau kurang dari 15 untuk bayi kurang dari 1 tahun, ketika pertama kali diperiksa di IGD
  • Tanda-tanda yang menunjukkan tengkorak menekan otak
  • Tanda-tanda fraktur basis cranii (misal, mata panda’)
  • Luka lecet, bengkak, atau robekan di kepala >5cm pada bayi di bawah 1 tahun
  • Mengalami kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi
  • Jatuh dari ketinggian lebih dari 3 meter
  • Terluka oleh benda atau sesuatu dengan kecepatan tinggi

Algoritme Evaluasi dan Triase Anak dan Remaja dengan Trauma Kepala (Berdasarkan American Academy of Pediatrics dan American of Family Physician)

Keterangan

(A) Parameter ini ditujukan untuk tatalaksana anak dengan trauma kepala tertutup ringan yang sebelumnya sehat secara neurologis yang memiliki status mental normal, tanpa kelainan neurologis fokal (termasuk funduskopi), dan tidak terdapat tanda fisik fraktur tengkorak (seperti hemotimpanum, Battle's sign).

(B) Observasi di klinik, tempat praktek, IGD, atau di rumah, di bawah perawatan petugas yang kompeten dianjurkan untuk anak dengan trauma kepala tertutup ringan tanpa kehilangan kesadaran.

(C) Observasi di klinik, tempat praktek, IGD, atau di rumah, di bawah perawatan petugas yang kompeten mungkin dilakukan untuk tatalaksana anak dengan trauma kepala tertutup ringan dengan kehilangan kesadaran.

(D) CT scan bersama dengan observasi dapat dilakukan untuk evaluasi dan tatalaksana awal dengan trauma kepala tertutup ringan dengan kehilangan kesadaran singkat.

(E) Jika pencitraan diperlukan oleh dokter dan jika baik CT scan dan foto Roentgen kepala tersedia, CT scan merupakan modalitas pilihan, karena sensitivitas dan spesifisitasnya yang lebih baik. Apabila tidak terdapat CT scan, foto Roentgen kepala dapat membantu dokter untuk mengetahui adanya resiko kerusakan intrakranial. Namun fraktur tengkorak dapat dideteksi pada foto kepala tanpa adanya jejas intrakranial dan kadang-kadang terdapat kerusakan intrakranial meskipun tidak terdapat fraktur tengkorak pada foto kepala. Apakah adanya kerusakan intrakranial berdasarkan hasil pada foto kepala cukup untuk merubah strategi penanganan bergantung keinginan dokter dan keluarga.

(F) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT dalam mendiagnosis lesi intrakranial tertentu. Namun, saat ini tidak terdapat perbedaan antara CT dan MRI dalam mendiagnosis trauma dan perdarahan intrakranial akut yang secara klinis signifikan yang membutuhkan intervensi bedah saraf. CT lebih cepat dan lebih mudah dibanding MRI dan biaya CT lebih murah daripada MRI.

(G) Pasien yang secara neurologis normal dengan CT scan yang normal memiliki resiko yang sangat rendah untuk terjadinya perburukan. Pasien dapat dipulangkan untuk observasi oleh orang yang dapat dipercata jika CT scan setelah trauma normal. Keputusan untuk melakukan observasi di rumah diambil dengan mempertimbangkan kemungkinan anak harus kembali ke rumah sakit dan besarnya tingkat kepercayaan pada orang tua atau orang yang akan melakukan observasi. Observasi dapat pula dilakukan di klinik, tempat praktek, IGD, atau rumah sakit tergantung keinginan dokter dan orang tua.

(H) Jika CT scan menunjukkan adanya kelainan, tergantung kelainan tersebut apakah akan dirujuk atau tidak dan jika perlu konsultasi dengan subspesialis yang sesuai.

(I) Jika status neurologis anak memburuk selama observasi, dilakukan pemeriksaan neurologis menyeluruh, bersamaan dengan CT scan segera setelah kondisi pasien stabil. Jika pada pengulangan CT scan menunjukkan kelainan patologis intrakranial baru, diperlukan konsultasi dengan subspesialis.

Referensi :
  • American Academy of Pediatrics Committee on Quality Improvement. The Management of minor closed head injury in children. August, 2007. Diakses dari www.aap.org
  • American Academy of Family Physicians Commission on Clinical Polices and Research. The Management of minor closed head injury in children. August, 2007. Diakses dari www.aafp.org
  • Royal Childrens Hospital. Clinical practice guidelines: Head injury. Diakses dari www.rch.au.org
    Royal Childrens Hospital. Kids health info for parents: Head injury. Updated June 26, 2006. Diakses dari www.rch.au.org.
(duniakedokteran edittor)

INTOKSIKASI INSEKTISIDA

Definisi
intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.

Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisuda yang paling benyak digunakan dalam pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
2. Isektida fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )

Paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti golongan IHK.
Macam-macam IFO adalah malathion ( Tolly ) Paraathion,diazinon,Basudin,Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate.Salah satu contoh gol.carbamate adalah baygon.

Patogenesis
IFO bekerja dengan cara menghabat ( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase tubuh ( KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid( AKH ) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejal;a ransangan Akh yang berlebihan ,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )
Pada keracunan IFO ,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel ) ,sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible ).

Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan keringat,pupil,bronkus
dan jantung.
2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang(Konvulsi ) sampai koma.

Gejala Klinik
Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan ggn saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.
Keracunan ringan : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pin poin, reaksi cahaya negatif ,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningal.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorik
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal ).
Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 %
Sedang : 20 - 40 %
Berat : <>

Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 % N

Patologi Anatomi ( PA )
Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.

Penatalaksanaan
Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.

Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan
12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat
menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering
fatal. (duniakedokteran edittor)

SYOK ANAFILAKTIK

Definisi
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.

Sejarah
Tahun 2641 SM, seorang Pharao meninggal mendadak Raja Menes meninggal tidak seberapa lama setelah disengat tawon (wasp). Tahun 1902, dua ilmuwan Perancis yang bekerja di Mediterania menemukan phenomena yang sama dengan yang terjadi pada Pharao itu. Richet dan Portier, menginjeksi anjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak yang sama . Hasilnya anjing itu mendadak mati. Phenomena ini mereka
sebut aldquo; Anaphylaxis”. Atas kerjanya ini, Richet dianugerahi Nobel pada tahun 1913.

Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

Alergen Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan.
Allergen penyebab Anafilaksis Makanan
Krustasea: Lobster, udang dan kepiting
Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu
Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran
Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin, Amphotericin B, Nitrofurantoin.
Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent
anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

Gejala klinis
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh.
Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC

Diagnosis
Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.
Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase meningkat

Diagnosis banding:
- Syok bentuk lain
- Asma akut
- Edema paru dan emboli paru
- Aritmia jantung
- Kejang
- Keracunan obat akut
- Urticaria
- Reaksi vaso-vagal

Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik
- Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis
- Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan
longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit.
- Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.
- Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
- Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari
mulut kemulut
- Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis,
0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
- Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam
Bila<> 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam
- Bila perlu pasang CVP

Medikamentosa I.
Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB)

Medikamentosa II.
Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV

Medikamentosa III.
Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit Monitoring

Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik
- Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan
- Darah : Gas darah
- EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac
arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan
angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga
pernah dilaporkan.

Prevensi (Pencegahan)
- Mencegah reaksi ulang
- Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik)
- Lakukan skin test bila perlu
- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian
- Catat obat px pada status yang menyebabkan alergi
- Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik.
- Desensitisasi alergen spesifik
- Edukasi px supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi
- Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila penanganan cepat,
klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong

Algoritme Management Penderita Syok Anafilaktik Ringan:
- Baringkan dalam posisi syok, Alas keras
- Bebaskan jalan nafas
- Tentukan penyebab dan lokasi masuknya
- Jika masuk lewat ekstremitas, pasang torniquet
- Injeksi Adrenalin 1:1000 – 0,25 cc (0,25mg) SC Sedang
- Monitor pernafasan dan hemodinamik
- Suplemen Oksigen
- Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 –
2,5-5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps
- Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip (untuk
bronkospasme persistent)
- Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) Berat
- Monitor pernafasan dan hemodinamika
- Cairan, Obat Inotropik positif, Obat vasoaktif tergantung hemodinamik
- Bila perlu dan memungkin- rujuk untuk mendapat perawatan intensif RJPO § Basic dan
Advanced Life Support (RJPO) -----------Arrest Nafas dan Jantung.

DaftarPustaka
- Rab, Prof.Dr. H tabrani. Pengatasan shock, EGC Jakarta 2000, 153-161
- Panduan Gawat Darurat, Jilid I, FKUI, Penerbit FKUI Jakarta 2000, 17-18
- Ho, Mt, Luce JM, Trunkey, DD, Salber PR, Mills J, Resusitasi KardioPulmoner dan Syok,
EGC Jakarta 1990 : 76-78
- Purwadianto, A, Sampurna, B, Kedaruratan Medik, Bina Rupa Aksara, Jakarta 2000, 56-57
- Effendi, C, Anaphylaxis dalam PKB XV , Lab. Ilmu Penyakit Dalam FKUA/ RSUD Dr. Soetomo, 2000 : 91-99
- Rehata, NM, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan penanganan dalam up date on shock, pertemuan Ilmiah
terpadu I FKUA Surabaya, 2000 : 69-75
- Barata Widjaya, KG, Imunologi Dasar ed. 3 , Penerbit FKUI, 1996: 76-80
- Sunatrio, S, Penanggulangan Reaksi Syok Anafilaksis dalam Anestesiologi, Bag. Anestesiologi dan terapi
intensif FKUI Jakarta 1990, 77-85
- Kondos, GT, Brundage, BH, Anaphylaxis dalam Don H, Decission Making in critical care,
Baltimore, 1985, 46-47
- 10.Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, Harrison’s,
Principle’s Internal Medicine 17th Companion Handboo
(duniakedokteran edittor)

Sekilas Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu porses ekstrakranial. Derajat tingginya suhu dianggap cukup untuk mendiagnosis kejang demam ialah 380 C atau lebih (Lumbantobing, 1995).

KLASIFIKASI
Livingstone (1970) membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu;
Kejang demam sederhana

Ciri-cirinya:
a. Kejang bersifat umum
b. Waktu singkat (kurang dari 15 menit)
c. Umur serangan pertama kurang dari 6 tahun
d. Frekuensi serangan 1-4 kali pertahun
e. EEG normal
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Ciri-cirinya:
f. Kejang lama dan bersifat fokal
g. Umur lebih dari 6 tahun
h. Frekuensi serangan lebih dari 4 kali pertahun
i. EEG setelah pasien tidak demam, abnormal

Sejak tahun 1995, pembagian golongan kejang demam yang digunakan di sub-bagian syaraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI terdiri atas 3 jenis kejang demam, yaitu:
Kejang demam kompleks
Kejang demam yang lebih dari 15 menit, fokal atau multipel (lebih dari 1kali kejang per episode demam)

Kejang demam sederhana
Kejang demam yang bukan kejang demam kompleks
Kejang demam berulang
Kejang demm yang timbul pada lebih dari satu episode demam (Soetomenggolo, 1995).

Presipitasi
Menurut S.M Lumbantobing (1995), penyebab kejang demam antara lain demam.
Predisposisi
- Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
- Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
- Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Ensefalitas viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas. (duniakedokteran edittor)